Senin, 03 Juni 2013

filsafat konstruktivisme

Pengertian filsafat konstruktivisme
Konstruktivisme berasal dari kata konstruktiv dan isme. Konstruktiv berarti bersifat membina, memperbaiki, dan membangun. Sedangkan Isme dalam kamus Bahasa Inonesia berarti paham atau aliran. Konstruktivisme merupakan aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi kita sendiri (von Glaserfeld dalam Pannen dkk, 2001:3). Pandangan konstruktivis dalam pembelajaran mengatakan bahwa anak-anak diberi kesempatan agar menggunakan strateginya sendiri dalam belajar secara sadar, sedangkan  guru yang membimbing siswa ke tingkat pengetahuan yang lebih tinggi (Slavin dalam Yusuf, 2003). Tran Vui juga mengatakan bahwa teori konstruktivisme adalah sebuah teori yang memberikan kebebasan terhadap manusia yang ingin belajar atau mencari kebutuhannya dengan kemampuan untuk menemukan keinginan atau kebutuhannya tersebut dengan bantuan fasilitasi orang lain. Sedangkan menurut Martin. Et. Al (dalam Gerson Ratumanan, 2002) mengemukakan bahwa konstruktivisme menekankan pentingnya setiap siswa aktif mengkonstruksikan pengetahuan melalui hubungan saling mempengaruhi dari belajar sebelumnya dengan belajar baru. Selanjutnya, Wikipedia (2008:1) menurunkan definisi ialah: “constructivism may be considered an epistemology ( a philosophical framework or theory of learning ) which argues humans construct meaning from current knowledge structures” artinya, konstruktivisme dapat dipandang sebagai suatu epistimologi (kerangka filosofis atau teori belajar) yang mengkaji manusia dalam membangun makna dari struktur pengetahuan terkini.
Konstruktivisme merupakan paradigma alternatif yang muncul sebagai dampak dari revolusi ilmiah yang teradi dalam beberapa dasawarsa terakhir (Kuhn dalam Pannen dkk. 2000:1). Pendekatan konstruktivisme menjadi landasan terhadap berbagai seruan dan kecenderungan yang muncul dalam dunia pembelajaran, seperti perlunya siswa berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran, perlunya siswa mengembangkan kemampuan belajar mandiri, perlunya siswa memiliki kemampuan untuk mengembangkan pengetahuannya sendiri, serta perlunya pengajar berperan menjadi fasilitator, mediator dan manajer dari proses pembelajaran.
Gagasan pokok aliran ini diawali oleh Gimbatissta Vico, epistemology dari Italia. Dialah cikal bakal konstruktivisme. Pada tahun 1970, Vico dalam De Antiquissima Italorum Sapientia mengungkapkan filsafatnya dengan berkata, “Tuhan adalah pencipta alam semesta dan manusia adalah tuan dari ciptaan” . Dia menjelaskan bahwa “mengetahui” berarti mengetahui bagaimana membuat sesuatu. Bagi Vico pengetahuan lebih menekankan pada struktur konsep yang dibentuk. Lain halnya dengan para empirisme yang menyatakan bahwa pengetahuan itu harus menunjuk kepada kenyataan luar. Namun menurut banyak pengamat, Vico tidak membuktikan teorinya (Suparno: 2008). Sekian lama gagasannya tidak dikenal orang dan seakan hilang. Kemudian Jean Piagetlah yang mencoba meneruskan estafet gagasan konstruktivisme, terutama dalam proses belajar. Gagasan Piaget ini lebih cepat tersebar dan berkembang melebihi gagasan Vico.
Untuk menjawab bagaimana kita dapat memperoleh pengetahuan? Kaum konstruktivis menyatakan bahwa kita dapat mengetahui sesuatu melalui indera kita. Dengan berinteraksi terhadap obyek dan lingkungannya melalui proses melihat, mendengar, menjamah, membau, merasakan dan lain-lainnya orang dapat mengetahui sesuatu. Misalnya, dengan mengamati pasir, bermain dengan pasir, seorang anak membentuk pengetahuannya akan pasir. Bagi kaum konstruktivis, pengetahuan itu bukanlah suatu yang sudah pasti, tetapi merupakan suatu proses menjadi. Misalnya, pengetahuan kita akan “anjing” mulai dibentuk sejak kita masih kecil bertemu dengan anjing. Pengetahuan itu makin lengkap, disaat kita makin banyak berinteraksi dengan anjing yang bermacam-macam.
Sedangkan menurut von Glaserfeld, tokoh konstruktivisme di Amerika Serikat, pengetahuan bukanlah suatu barang yang dapat dipindahkan begitu saja dari pikiran seorang guru ke pikiran siswa. Bahkan bila guru bermaksud untuk memindahkan konsep, ide, dan pengertian kepada siswa, pemindahan itu harus diinterpretasikan dan dibentuk oleh siswa sendiri. Tanpa keaktifan siswa dalam membentuk pengetahuan, pengetahuan tidak akan terjadi (Bettencourt, 1989).
Jadi manusia menkonstruksi pengetahuan mereka melalui interaksi mereka dengan objek, fenomena, pengalaman dan lingkungan mereka. Suatu pengetahuan dianggap benar bila pengetahuan itu dapat berguna untuk menghadapi dan memecahkan persoalan yang sesuai (Suparno, 2008:28). Menurut paham konstruktivisme, pengetahuan tidak dapat ditransfer begitu saja dari seseorang kepada yang lain, tetapi harus diinterpretasikan sendiri oleh tiap-tiap orang. Pengetahuan bukan sesuatu yang sudah jadi tetapi merupkan suatu proses yang berkembang terus-menerus. Dan dalam proses itulah keaktivan dan kesungguhan seseorang dalam mengejar ilmu akan sangat berperan.
Berbicara tentang konstruktivisme juga tidak dapat lepas dari peran Piaget. J. Piaget adalah psikolog pertama yang menggunakan filsafat konstruktivisme dalam proses belajar. Menurut Wadsworth (1989) dalam Suparno (2008), teori perkembangan intelektual Piaget dipengaruhi oleh keahliannya dalam bidang biologi. Teori pengetahuan Piaget adalah teori adaptasi kognitif. Seperti setiap organisme selalu beradaptasi dengan lingkungannya untuk dapat mempertahankan dan memperkembangkan hidup, demikian juga struktur pemikiran manusia. Berhadapan dengan pengalaman, tantangan, gejala dan skema pengetahuan yang telah dipunyai seseorang ditantang untuk menanggapinya. Dan dalam menanggapi pengalaman-pengalaman baru itu skema pengalaman seseorang dapat terbentuk lebih rinci, dapat pula berubah total. Bagi Piaget, pengetahuan selalu memerlukan pengalaman, baik pengalaman fisis maupun pengalaman mental.
Piaget membedakan adanya tiga macam pengetahuan: pengetahuan fisis, matematis-logis, dan sosial. Pengetahuan fisis adalah pengetahuan akan sifat-sifat fisis suatu obyek atau kejadian seperti: bentuk, besar, kekasaran, berat, dan bagaimana benda-benda itu berinteraksi. Pengetahuan fisis ini didapatkan dari abstraksi langsung suatu obyek. Pengetahuan matematis-logis adalah pengetahuan yang dibentuk dengan berpikir tentang pengalaman dengan suatu obyek atau kejadian tertentu. Pengetahuan ini didapatkan dari abstraksi berdasarkan koordinasi, relasi ataupun penggunaan obyek. Pengetahuan itu harus dibentuk dari perbuatan berpikir seseorang terhadap benda itu. Jadi pengetahuannya tidak didapat langsung dari abstraksi bendanya. Misalnya konsep bilangan. Pengetahuan sosial adalah pengetahuan yang didapat dari kelompok budaya dan sosial yang secara bersama menyetujui sesuatu. Pengetahuan ini dibentuk dari interaksi seseorang dengan orang lain (Piaget, 1971 dalam Suparno, 1997). Pengetahuan ini muncul dalam kebudayaan tertentu maka dapat berbeda antara kelompok yang satu dengan yang lain.
Jadi bisa disimpulkan bahwa konstruktivisme adalah salah satu aliran filsafat pengetahuan yang berpendapat bahwa pengetahuan itu merupakan konstruksi (bentukan) dari orang yang sedang belajar. Pengetahuan bukanlah kumpulan fakta-fakta tetapi merupakan konstruksi kognitif seseorang terhadap obyek, pengalaman, maupun lingkungannya. Pengetahuan bukanlah “sesuatu yang sudah ada di sana” dan kita tinggal mengambilnya, tetapi merupakan suatu bentukan terus menerus dari orang yang belajar dengan setiap kali mengadakan reorganisasi karena adanya pemahaman yang baru (Piaget, 1971).
Filsafat konstruktivisme beranggapan bahwa pengetahuan adalah hasil konstruksi manusia melalui interaksi dengan objek, fenomena pengalaman dan lingkungan mereka. Konstruktivisme bertitik tolak dari pembentukan pengetahuan, dan rekonstruksi pengetahuan adalah mengubah pengetahuan yang dimiliki seseorang yang telah dibangun atau dikonstruk sebelumnya dan perubahan itu sebagai akibat dari interaksi dengan lingkungannya.
B.     Konsep Dasar Aliran Filsafat Konstruktivisme Tentang Pendidikan
1.    Hakikat pendidikan menurut aliran filsafat konstruktivisme
Teori konstruktivisme adalah suatu proses pembelajaran yang mengkondisikan siswa untuk melakukan proses aktif membangun konsep baru, pengertian baru, dan pengetahuan baru berdasarkan data. Oleh karena itu proses pembelajaran harus dirancang dan dikelola sedemikian rupa sehingga mampu mendorong siswa untuk mengorganisasi pengalamannya sendiri menjadi pengetahuan yang bermakna.
Teori ini mencerminkan siswa memiliki kebebasan berpikir yang bersifat eklektik, artinya siswa dapat memanfaatkan teknik belajar apapun asal tujuan belajar dapat tercapai.
2.    Tujuan umum pendidikan menurut aliran filsafat konstruktivisme
Konstruktivisme merupakan salah satu perkembangan model pembelajaran mutakhir yang mengedepankan aktivitas peserta didik dalam setiap interaksi edukatif untuk dapat melakukan eksplorasi dan menemukan pengetahuannya sendiri. Aliran konstruktivisme ini, dalam kajian ilmu pendidikan merupakan aliran yang berkembang dalam psikologi kognitif yang secara teoritik menekankan peserta didik untuk dapat berperan aktif dalam menemukan ilmu baru. Kontruktivisme menganggap bahwa semua peserta didik mulai dari usia kanak-kanak sampai dengan perguruan tinggi memiliki gagasan atau pengetahuan tentang lingkungan dan peristiwa (gejala) yang terjadi di lingkungan sekitarnya, meskipun gagasan atau pengetahuan ini sering kali masih naif, atau juga miskonsepsi. Konstruktivisme senantiasa mempertahankan gagasan atau pengetahuan naif ini secara kokoh. Gagasan atau pengetahuan tersebut terkait dengan gagasanatau pengetahuan awal lainnya yang sudah dibangun dalam wujud schemata (struktur kognitif/ pengetahuan).
Pembelajaran konstruktivisme juga memungkinkan tersedianya ruang yang lebih baik bagi keterlibatan peserta didik, memungkinkan peserta didik untuk bereksplorasi: menggali secara lebih dalam kemampuan, potensi, keindahan dan sikap perilaku yang lebih terbuka.Di antara ciri yang dapat ditemukan dalam model pembelajaran konstruktivisme ini adalah peserta didik tidak diindoktrinasi dengan pengetahuan yang disampaikan oleh guru, melainkan mereka menemukan dan mengeksplorasi pengetahuan tersebut dengan apa yang telah mereka ketahui dan pelajari sendiri. Menurut paham konstruktivisme, pengetahuan diperoleh melalui proses aktif individu mengkonstruksi arti dari suatu teks, pengalaman fisik, dialog, dan lain-lain melalui asimilasi pengalaman baru dengan pengertian yang telah dimiliki seseorang. Tujuan pendidikannya menghasilkan individu yang memiliki kemampuan berpikir untuk menyelesaikan persoalan hidupnya. Tujuan filsafat pendidikan memberikan inspirasi bagaimana mengorganisasikan proses pembelajaran yang ideal. Teori pendidikan bertujuan menghasilkan pemikiran tentang kebijakan dan prinsip-rinsip pendidikan yang didasari oleh filsafat pendidikan. Praktik pendidikan atau proses pendidikan menerapkan serangkaian kegiatan berupa implementasi kurikulum dan interaksi antara guru dengan peserta didik guna mencapai tujuan pendidikan dengan menggunakan rambu-rambu dari teori-teori pendidikan. Peranan filsafat pendidikan memberikan inspirasi, yakni menyatakan tujuan pendidikan negara bagi masyarakat, memberikan arah yang jelas dan tepat dengan mengajukan pertanyaan tentang kebijakan pendidikan dan praktik di lapangan dengan menggunakan rambu-rambu dari teori pendidik. Seorang guru perlu menguasai konsep-konsep yang akan dikaji serta pedagogi atau ilmu dan seni mengajar materi subyek terkait, agar tidak terjadi salah konsep atau miskonsepsi pada diri peserta didik.
3.    Hakikat guru menurut aliran filsafat konstruktivisme
Dalam pembelajaran konstruktivis menurut Suparno (1997:16) menyatakan bahwa peran guru atau pendidik dalam aliran konstruktivisme ini adalah sebagai fasilitator dan mediator yang tugasnya memotivasi dan membantu siswa untuk mau belajar sendiri dan merumuskan pengetahuannya. Selain itu guru juga berkewajiban untuk mengevaluasi gagasan-gagasan siswa itu, sesuaikah dengan gagasan para ahli atau tidak.
Menurut prinsip konstruktivis, seorang guru punya peran sebagai mediator dan fasilitator yang membantu agar proses belajar siswa berjalan dengan baik. Maka tekanan diletakkan pada siswa yang belajar dan bukan pada disiplin ataupun guru yang mengajar. Fungsi sebagai mediator dan fasilitator ini dapat dijabarkan dalam beberapa tugas antara lain sebagai berikut:
a.       Menyediakan pengalaman belajar yang memungkinkan siswa ikut bertanggung jawab dalam membuat design, proses, dan penelitian. Maka jelas memberi pelajaran atau model ceramah bukanlah tugas utama seorang guru.
b.      Guru menyediakan atau memberikan kegiatan-kegiatan yang merangsang keingin-tahuan siswa, membantu mereka untuk mengekspresikan gagasan mereka dan mengkomunikasikan ide ilmiahnya (Watt & Pope, 1989). Menyediakan sarana yang merangsang berpikir siswa secara produktif dan mendukung pengalaman belajar siswa.
c.       Memonitor, mengevaluasi dan menunjukkan apakah pemikiran siswa itu jalan atau tidak. Guru menunjukkan dan mempertanyakan apakah pengetahuan siswa itu berlaku untuk menghadapi persoalan baru yang berkaitan. Guru membantu dalam mengevaluasi hipotesa dan kesimpulan siswa. Disini guru perlu mengerti mereka sudah pada taraf mana?
Guru perlu belajar mengerti cara berpikir siswa, sehingga dapat membantu memodifikasikannya. Baik dilihat bagaimana jalan berpikir mereka itu terhadap persoalan yang ada. Tanyakan kepada mereka bagaimana mereka mendapatkan jawaban itu. Ini cara yang baik untuk menemukan pemikiran mereka dan membuka jalan untuk menjelaskan mengapa suatu jawaban tidak jalan untuk keadaan tertentu (Von Glasersfeld, 1989).
d.      Dalam sistem konstruktivis guru dituntut penguasaan bahan yang luas dan mendalam. Guru perlu mempunyai pandangan yang sangat luas mengenai pengetahuan dari bahan yang mau diajarkan. Pengetahuan yang luas dan mendalam akan memungkinkan seorang guru menerima pandangan dan gagasan siswa yang berbeda dan juga memungkinkan untuk menunjukkan apakah gagasan siswa itu jalan atau tidak. Penguasaan bahan memungkinkan seorang guru mengerti macam-macam jalan dan model untuk sampai kepada suatu pemecahan persoalan, dan tidak terpaku kepada satu model.
Tanggung jawab seorang guru adalah menyediakan dan memberikan kesempatan sebanyak mungkin untuk belajar secara aktif dimana peran siswa bisa menciptakan, membangun, mendiskusikan/ membandingkan, bekerjasama, dan melakukan eksplorasi eksperimentasi (Setyosari, Herianto, Effendi, Sukadi,1996). Untuk mencapai hal tersebut maka siswa harus didorong dan distimulasi untuk belajar bagi dirinya sendiri. Dengan demikian tugasnya guru adalah disamping sebagai pemberi informasi, ia juga bertindak sebagai pemberi kesempatan kepada para siswa untuk mengumpulkan informasi serta menjamin bahwa siswa menerima tanggung jawab bagi belajarnya sendiri melalui pengembangan rasa dan antusias.
Kecenderungan pola pengajaran yang dilakukan tidak lagi berorientasi pada bagaimana siswa belajar dan berfikir tetapi lebih cenderung bagaimana guru mengajar di depan kelas. Guru perlu menawarkan berbagai aktvitas belajar di dalam kelas selama proses belajar berlangsung. Tugas guru hanyalah mengamati atau mengobservasi, menilai, dan menunjukkan hal-hal yang perlu dilakukan siswa.

real,pragma



1. Idealisme
  1. Konsep filsafat umum idealisme
Metafisika : Para filosof idealisme mengklaim bahwa realitas hakikatnya bersifat spiritual. Manusia adalah makhluk berfikir, memiliki tujuan hidup dan hidup dalam dunia dengan suatu moral yang jelas.
Epistemologi : Pengetahuan diperoleh dengan cara mengingat kembali atau berfikir dan melalui intuisi.
Aksiologi : Manusia diperintah oleh nilai moral imperatif yang bersumber dari realitas yang absolute. Nilai bersifat absolute dan tidak berubah.
  1. Implikasi terhadap Pendidikan
Tujuan Pendidikan : Pengembangan karakter, pengembangan bakat insani, dan kebijakan social.
Kurikulum pendidikan : Pengembangan kemampuan berfikir melalui pendidikan liberal, penyiapan keterampilan bekerja suatu mata pencaharian praktis.
Metode Pendidikan : metode dialetik, yang mendorong belajar dapat diterima.
Peranan Peserta didik : pendidik harus unguul agar dapat menjadi teladan, baik dalam moral maupun intelektual. Sedangkan peserta didik bebas mengembangkan kepribadian dan bakat – bakatnya.
2. Realisme
Realisme
a.       Konsep filsafat umum realisme
Metafisika: filosof relisme umumnya memandang dunia  dalam pengertian materi yang hadir dengan sendirinya, dan tertata dalam hubungan-hubungan yang teratur di luar campur tangan manusia
Manusia: hakikat manusia terletak pada apa yang dikerjakannya. Pikiran atau jiwa merupakan suatu organism yang sangat rumit yang mampu berfikir. Manusia bisa bebas atau tidak bebas.
Epistemology: pengetahuan diperoleh manusia melalui pengalama dan penggunaan akal. Dunia yang hadir tidak tergantung. Pada pikiran, atau pengtahuan manusia tidak dapat mengubah esensi realitas (principle of independence). Uji kebenaran pengetahuan didasarkan atas teori korespodensi.
Aksiologi: tingkah liku manusia diatur oleh hukum  alam dan pada taraf yang lebih rendah diatur oleh kebijaksanaan yang telah teruji.
b.      Implikasi terhadap pendidikan
Tujuan pendidikan: pendidikan bertujuan untuk pemyesuaian diri dalam hidup dan mampu melaksanakan tanggung jawab social.
Kurikulum/isi pendidikan: kurikulum harus bersifat komprehensif yang berisi sains, matematika, ilmu-ilmu kemanusiaan dan ilmu sosial, serta nilai-nilai. Kurikulum mengandung unsure-unsur pendidikan liberal dan pendidikan praktis. Kurikulum diorganisasi menurut mata pelajaran (subject matter) dan berpusat pada materi pelajaran (subject centered).
Metode: metode hendaknya bersifat logis dan psikologis. Pembiasaan merupakan metode utama bagi penganut realism.
Peranan pendidik dan perserta didik: pendidik adalah pengelola kegiatan belajar mengajar (classroom as teacher-centered). Pendidik harus mengetahui pengetahuan yang mungkin berubah, harus menguasai keterampilan teknik mengajar, dan memiliki kewenangan menuntut prestasi siswa. Sedangkan peserta didik berperan untuk menguasai pengetahuan, taat pada peraturan, dan berdisiplin. Adapun orientasi pendidikan realism adalah esensialisme.
3. Pragmatisme
a.       Konsep filsafat umum pragmatisme
Metafisika: pragmatism anti metafisika. Suatu teori umum tentang kenyataan tidaklah mungkin dan tidak perlu. Kenyataan yang sebenarnya adalah kenyataan fisik prular dan berubah (becoming).
Manusia: manusia adalah hasil evolusi biologis, psikologis, dan sosial. Setiap orang lahir tidak dewasa, tak berdaya, tanpa dibekali dengan bahasa, keyakinan-keyakinan, gagasan-gagasan, atau norma-norma sosial.
Epistemologi: penetahuan yang benar diperoleh melalui  pengalaman dan berfikir(scientific method). Pengetahuan adalah relative. Pengetahuan yang benar adalah yang berguna untuk kehidupan (instrumantalisme)
Aksiologi: ukuran tingkah laku individual dan sosial cecara eksperimental dalam pengalaman hidup. Jika hasilnya berguna tingkah laku tersebutadalah baik (eksperimentalisme), karena itu nilai yang bersifat relatif  dan kondisional.
b.      Implikasi terhadap pendidikan
Tujuan pendidikan: pendidikan adalah pertumbuhan sepanjang hayat, proses rekontrusi yang berlangsung terus menerus dari pengalamanyang terakumulasi dan sebuah proses sosial. Tujuan pendidikan adalah memerpoleh pengalaman  pengalaman yang berguna untuk mampu memecahkan masalah-masalah baru dalam kehidupan individual maupun sosial
Kurikulum/isi pendidikan: kurikulum berisi penglaman-pengalaman yang telah teruji, yang sesuaidengan minat dan kebutuhan siswa, tidak memisahkan pendidikan liberal dan pendidikan praktis.kurikulum mungkin berubah, warisan warisan sosial dari masa lalu tidak menjadi focus perhatian. Pendidikan terfokus pada kehidupan yang baik pada saat ini dan masa dating bagi individu,dan secara bersamaan masyarakat dikembangkan. Kurikulum bersikap demokratis.
Metode: mengutamakan metode pemecahan masalah, penyelidikan, dan penemuan.
Peranan pendidik dan peserta didik: peranan pendidik adalah memimpin dan membimbing peserta didik belajar tanpa ikut campur terlalu atas minat dan kebutuhan siswa. Sedangkan peserta didik berperan sebagai organism yang rumit yang mampu tumbuh.
Orientasi pendidikan pragtisme adalah progresivisme.

Landasan Filosfis Pendidikan Idealisme, Realisme, dan Pragmatisme



1. Idealisme
  1. Konsep filsafat umum idealisme
Metafisika : Para filosof idealisme mengklaim bahwa realitas hakikatnya bersifat spiritual. Manusia adalah makhluk berfikir, memiliki tujuan hidup dan hidup dalam dunia dengan suatu moral yang jelas.
Epistemologi : Pengetahuan diperoleh dengan cara mengingat kembali atau berfikir dan melalui intuisi.
Aksiologi : Manusia diperintah oleh nilai moral imperatif yang bersumber dari realitas yang absolute. Nilai bersifat absolute dan tidak berubah.
  1. Implikasi terhadap Pendidikan
Tujuan Pendidikan : Pengembangan karakter, pengembangan bakat insani, dan kebijakan social.
Kurikulum pendidikan : Pengembangan kemampuan berfikir melalui pendidikan liberal, penyiapan keterampilan bekerja suatu mata pencaharian praktis.
Metode Pendidikan : metode dialetik, yang mendorong belajar dapat diterima.
Peranan Peserta didik : pendidik harus unguul agar dapat menjadi teladan, baik dalam moral maupun intelektual. Sedangkan peserta didik bebas mengembangkan kepribadian dan bakat – bakatnya.
2. Realisme
Realisme
a.       Konsep filsafat umum realisme
Metafisika: filosof relisme umumnya memandang dunia  dalam pengertian materi yang hadir dengan sendirinya, dan tertata dalam hubungan-hubungan yang teratur di luar campur tangan manusia
Manusia: hakikat manusia terletak pada apa yang dikerjakannya. Pikiran atau jiwa merupakan suatu organism yang sangat rumit yang mampu berfikir. Manusia bisa bebas atau tidak bebas.
Epistemology: pengetahuan diperoleh manusia melalui pengalama dan penggunaan akal. Dunia yang hadir tidak tergantung. Pada pikiran, atau pengtahuan manusia tidak dapat mengubah esensi realitas (principle of independence). Uji kebenaran pengetahuan didasarkan atas teori korespodensi.
Aksiologi: tingkah liku manusia diatur oleh hukum  alam dan pada taraf yang lebih rendah diatur oleh kebijaksanaan yang telah teruji.
b.      Implikasi terhadap pendidikan
Tujuan pendidikan: pendidikan bertujuan untuk pemyesuaian diri dalam hidup dan mampu melaksanakan tanggung jawab social.
Kurikulum/isi pendidikan: kurikulum harus bersifat komprehensif yang berisi sains, matematika, ilmu-ilmu kemanusiaan dan ilmu sosial, serta nilai-nilai. Kurikulum mengandung unsure-unsur pendidikan liberal dan pendidikan praktis. Kurikulum diorganisasi menurut mata pelajaran (subject matter) dan berpusat pada materi pelajaran (subject centered).
Metode: metode hendaknya bersifat logis dan psikologis. Pembiasaan merupakan metode utama bagi penganut realism.
Peranan pendidik dan perserta didik: pendidik adalah pengelola kegiatan belajar mengajar (classroom as teacher-centered). Pendidik harus mengetahui pengetahuan yang mungkin berubah, harus menguasai keterampilan teknik mengajar, dan memiliki kewenangan menuntut prestasi siswa. Sedangkan peserta didik berperan untuk menguasai pengetahuan, taat pada peraturan, dan berdisiplin. Adapun orientasi pendidikan realism adalah esensialisme.
3. Pragmatisme
a.       Konsep filsafat umum pragmatisme
Metafisika: pragmatism anti metafisika. Suatu teori umum tentang kenyataan tidaklah mungkin dan tidak perlu. Kenyataan yang sebenarnya adalah kenyataan fisik prular dan berubah (becoming).
Manusia: manusia adalah hasil evolusi biologis, psikologis, dan sosial. Setiap orang lahir tidak dewasa, tak berdaya, tanpa dibekali dengan bahasa, keyakinan-keyakinan, gagasan-gagasan, atau norma-norma sosial.
Epistemologi: penetahuan yang benar diperoleh melalui  pengalaman dan berfikir(scientific method). Pengetahuan adalah relative. Pengetahuan yang benar adalah yang berguna untuk kehidupan (instrumantalisme)
Aksiologi: ukuran tingkah laku individual dan sosial cecara eksperimental dalam pengalaman hidup. Jika hasilnya berguna tingkah laku tersebutadalah baik (eksperimentalisme), karena itu nilai yang bersifat relatif  dan kondisional.
b.      Implikasi terhadap pendidikan
Tujuan pendidikan: pendidikan adalah pertumbuhan sepanjang hayat, proses rekontrusi yang berlangsung terus menerus dari pengalamanyang terakumulasi dan sebuah proses sosial. Tujuan pendidikan adalah memerpoleh pengalaman  pengalaman yang berguna untuk mampu memecahkan masalah-masalah baru dalam kehidupan individual maupun sosial
Kurikulum/isi pendidikan: kurikulum berisi penglaman-pengalaman yang telah teruji, yang sesuaidengan minat dan kebutuhan siswa, tidak memisahkan pendidikan liberal dan pendidikan praktis.kurikulum mungkin berubah, warisan warisan sosial dari masa lalu tidak menjadi focus perhatian. Pendidikan terfokus pada kehidupan yang baik pada saat ini dan masa dating bagi individu,dan secara bersamaan masyarakat dikembangkan. Kurikulum bersikap demokratis.
Metode: mengutamakan metode pemecahan masalah, penyelidikan, dan penemuan.
Peranan pendidik dan peserta didik: peranan pendidik adalah memimpin dan membimbing peserta didik belajar tanpa ikut campur terlalu atas minat dan kebutuhan siswa. Sedangkan peserta didik berperan sebagai organism yang rumit yang mampu tumbuh.
Orientasi pendidikan pragtisme adalah progresivisme.

PENDIDIKAN SEBAGAI ILMU DAN SENI & LANDASAN FILOSIFIS PENDIDIKAN

PENDIDIKAN SEBAGAI ILMU DAN SENI
A. Studi Pendidikan
Studi pendidikan adalah upaya yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang dalam rangka memahami pendidikan atau menghasilkan system konsep pendidikan. Studi pendidikan dapat dilakukan melalui kegiatan membaca buku tentang pendidikan, diskusi tentang pendidikan ,penelitian ilmiah tentang pendidikan, dan berfilsafat tentang pendidikan. Contoh studi pendidikan : seorang mahasiswa UPI sedang membaca buku ‘Landasan Pendidikan”, Sekelompok orang sedang berdiskusi atau melaksanakan seminar dengan tema ‘Peranan sekolah dalam Memebina Integrasi Bangsa”,
Metode kerja dalam studi pendidikan. Studi pendidikan dapat dilakukan orang melalui metode atau cara kerja tertentu, yaitu : (1) metode kerja awam, (2) metode ilmiah, dan (3) metode filsafiah.
B. Ilmu Pendidikan
Istilah ilmu berasal dari kata alama (bahasa arab) yang artinnya pengetahuan. Dalam bahasa latin dikenal kata scire (sebagai asal kata science) juga berarti pengetahuan. Jenis pengetahuan diklasifiksikan orang menjadi : revealed knowledge, intuitif knowledge, rational knowledge, empirical knowledge, dan authoritative knowledge.
Ilmu pendidikan berdasarkan definisi ilmu sebagaimana dikemukakan diatas, kita dapat mendefinisikan ilmu pendidikan sebagai system pengetahuan tentang fenomena pendidikan yang dihasilkan melalui penelitian dengan menggunakan metode.
Karakteristik ilmu pendidikan. Ilmu pendidikan antara lain memiliki karakteristik sebagai berikut :
a. Objek studi; Objek studi ilmu meliputi berbagai hal sebatas yang dapat dialami manusia. Setiap ilmu memiliki objek material dan objek formal tertentu.
b. Metode ; Ilmu menggunakan metode ilmiah, demikan pula ilmu pendidikan. Ilmu pendidikan menggunakan metode kualitatif dan / atau metode kuantitatif. Penggunaan metode tersebut tergantung kepada sifat masalah dan objek penelitiannya.
c. Isi: Isi ilmu juga ilmu pendidikan dapat berupa konsep, aksioma, postulat, prinsip, hukum teori, dan model yang disusun secara sistematis.
d. Fungsi: Ilmu adalah menjelaskan, memprediksikan, dan mengontrol
e. Ilmu pendidikan menggunakan ilmu-ilmu lain dalam mempelajarai pendidikan.
Sistematika ilmu pendidikan, Mengacu kepada sistematika pedagogic dari M.J. Langeveld, Madjid Noor dan J.M Daniel (1987) mengklasifikasikan ilmu pendidikan menjadi sebagai berikut :
a) Ilmu pendidikan Teoritis
b) Ilmu Pendidikan Praktis
c) Ilmu Pendidikan Luar Biasa /Orthopedagogik.
C. Praktik Pendidikan
Praktik pendidikan adalah upaya yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang dalam rangka memfasilitasi peserta didik agar peserta didik mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan.
1. Praktek Pendidikan Sebagai Panduan Ilmu dan Seni
Pendidikan sebagai panduan ilmu dan seni dikemukakan oleh A.S Neil.Menurutnya “Mendidika dan mengajar bukanlah hanya suatu ilmu, tapi adalah seni. Mendidik yang diartikan sebagai seni ialah sebagaimana kita dapat hidup dengan anak-anak dan dapat mengerti anak-anak sehingga seolah-olah kita menjadi seperti anak-anak.Gramophone dapat menyajikan pelajaran dengan baik, tetapi hal seperti itu tidak dapat menemukan suatu hubungan yang vital dengan anak-anak.
Pandangan bahwa mengajar (mendidik) tidaklah seni semata, tetapi juga ilmu dikemukakan pula oleh Charles Silberman. Silberman antara lain menyatakan : “yakin mengajar-sepert praktek kedokteran-banyak merupakan suatu seni, yang memerlukan latihan bakat dan kreativitas. Tetapi seperti kedokteran, mengajar adalah juga – atau hendaknya menjadi sebuah ilmu, karena berkenaan dengan suatu perbendaharaan teknik-teknik, prosedur-prosedur, dan kecakapan-kecakapan yang dapat dipelajari dan diterangkan secara sistematis, dan oleh karena itu ditransmisikan dan dikembangkan” (Redja Musyahardjo).
Demikianlah, pandangan pendidikan sebagai seni tidak perlu dipertentangkan dengan pandangan pendidikan sebagai ilmu. Pendidik memerlukan ilmu pendidikan dalam rangka memahami dan mempersiapkan suatu praktek pendidikan, namun dalam prakteknya pendidik harus kreatif, scenario atau persiapan mengajar hanya dijadikan rambu-rambu saja, pendidik perlu melakukan improvisasi.
LANDASAN FILOSIFIS PENDIDIKAN
Didalam khasanah teori pendidikan terdapat berbagai aliran filsafat pendidikan antara lain Idelisme, Realisme, Pragmatisme, Scholatisme, konstruksivisme, dll. Namun demikian kita mempunyai filsafat pendidikan nasional tersendiri, yaitu Pancasila.
1. Idealisme dan Realisme
a. Konsep Filsafat Umum Idealisme
Para filsuf Idealisme mengklaim bahwa hakikat realitas bersifat spiritual. Hal ini sebagaimana dikemukakan Plato, bahwa dunia yang kita lihat, kita sentuh dan kita alami melalui indera bukanlah dunia yang sesungguhnya, melainkan suatu dunia bayangan (a copy world).
b. Implikasi terhadap Pendidikan
Tujuan pendidikan adalah untuk membantu perkembangan pikiran dan diri pribadi (self) siswa. Sebab itu, sekolah hendaknya menekankan aktifitas-aktifitas intelektual, pertimbangan-pertimbangan moral, pertimbangan-pertimbangan estetis, realisasi diri, kebebasan, tanggungjawab, dan pengendalian diri demi mencapai perkembangan pikiran dan diri pribadi (Callahan and Clark, 1983). Dengan kata lain pendidikan bertujuan untuk membantu pengembangan karakter serta mengembangkan bakat manusia dan kebajikan social” (Edward J.Power, 1982).
2. Realisme
a. Konsep Filsafat Umum
Jika filsuf Idealisme menekankan pikiran, jiwa/spirit/roh sebagai hakikat realitas, sebaliknya para filssuf Realisme bahwa dunia terbuat dari sesuatu yang nyata, substansial dan material yang hadir dengan sendirinya (entity).
b. Implikasi terhada Pendidikan
Tujuan pendidikan. Pendidikan bertujuan agar para siswa dapat bertahan hidup di dunia yang bersifat alamiah, memperoleh keamanan dan hidup bahagia.

land pend

A. Pengertian Landasan Pendidikan
Landasan, istilah landasan mengandung arti sebagai alas, dasar atau tumpuan (kamus besar bahasa Indonesia, 1995:560). Istilah landasan dikenal pula sebagai fundasi. Mengacu pada pengertian tersebut, dapat dipahami bahwa landasan adalah alas atau dasar pijakan dari sesuatu hal; suatu titik tumpu atau titik tolak dari suatu hal ; atau suatu fundasi tempat berdirinya sesuatu hal.
Menurut sifat wujudnya dapat dibedakan dua jenis landasan yaitu : (1) landasan yang bersifat material, dan (2) landasan yang bersifat konseptual. Contoh landasan yang bersifat material antara lain berupa landasan pacu pesawat terbang dan fundasi bangunan gedung. Adapun contoh landasan yang bersifat konseptual antara lain berupa dasar Negara Republik Indonesia yaitu Pancasila dan UUD RI Tahun 1945; landasan pendidikan, dsb.
Landasan yang bersifat konseptual identik dengan asumsi, yaitu suatu gagasan, kepercayaan, prinsip, pendapat atau pernyataan yang sudah dianggap benar, yang dijadikan titik tolak dalam rangka berpikir (melakukan suatu studi) dan/atau dalam rangka bertindak. (melakukan suatu praktek).
Landasan pendidikan. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa landaan pendidikan adalah seperangkat asumsi yang dijadikan titik tolak dalam rangka pendidikan. Sebagaimana telah kita pahami, dalam pendidikan mesti terdapat momen studi pendidikan dan momen praktek pendidikan.
B. Jenis-jenis Landasan Pendidikan
Asumsi-asumsi yang menjadi titik tolak dalam rangka pendidikan dari berbagai sumber, dapat bersumber dari agama, filsafat, ilmu dan hukum atau yuridis. Jenis landasan pendidikan dapat diidentifikasi dan dikelompokan menjadi : 1) landasan religious pendidikan, 2) landasan filosofis pendidikan, 3) landasan ilmiah pendidikan, dan 4) landasan hukum/yuridis pendidikan.
Landasan Religius Pendidikan adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari ajaran agama yang dijadikan titik tolak dalam pendidikan. Contohnya: Carilah ilmu sejak dari buaian hingga masuk liang lahat/meninggal dunia.”Menuntut ilmu adalah fardhlu bagi setiap muslim.” (hadist). Implikasinya, bagi setiap muslim bahwa belajar atau melaksanakan pendidikan sepanjang hayat merupakan suatu kewajiban.
Landasan filosofis Pendidikan adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari filsafat yang dijadikan titik tolak dalam pendidikan.
Landasan ilmiah pendidikan adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari disiplin ilmu tertentu yang dijadikan titik tolak dalam pendidikan.
Landasan psikologis pendidikan adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari kaidah-kaidah psikologi yang dijadikan titik tolak dalam pendidikan. Contoh.”Setiap individu mengalami perkembangan secara bertahap, dan pada setiap tahap perkembangannya setiap individu memiliki tugas-tugas perkembangan yang harus diselesaikannya.”Implikasinya, pendidikan mesti dilaksanakan secara bertahap, tujuan dari isi pendidikan mesti disesuaikan dengan tahapan dan tugas perkembangan individu/peserta didik.
Landasan Sosiologis pendidikan adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari kaidah-kaidah sosiologi yang dijadikan titik tolak dalam pendidikan. Contoh.” Di dalam masyarakat yang menganut stratifikasi social terbuka terdapat peluang besar untuk terjadinya mobilitas social. Adapun fakta yang memungkinkan terjadinya mobilitas social itu antara lain bakat dan pendidikan.”Implikasinya, para orang tua rela berkorban membiayai pendidikan anak-anaknya.
landasan antropologis pendidikan adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari kaidah-kaidah antropologi yang dijadikan titik tolak dalam pendidikan. Contoh : perbedaan kebudayaan masyarakat di berbagai daerah (misalnya: system mata pencaharian, bahasa, kesenian, dsb). mengimplikasikan perlu diberlakukan kurikulum muatan lokal.
Landasan historis pendidikan adalah asumsi-asumsi pendidikan yang bersumber dari konsep dan praktek pendidikan masa lampau (sejarah) yang dijadikan titik tolak perkembangan pendidikan masa kini dan masa datang. Contoh ‘Semboyan “tut wuru handayani”. sebagai salah satu peranan yang harus dilaksanakan oleh para pendidik, dan dijadikan semboyan pada logi Depdiknas, adalah semboyan dari Ki Hadjar Dewantara (Pendiri Perguruan Nasional Taman Siswa pada tanggal 3 Juli 1992 di Yogyakarta) yang disetujui hingga masa kini dan untuk masa datang karena dinilai berharga.
Landasan Hukum/Yuridis Pendidikan, adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari peraturan perundanganan yang berlaku, yang dijadikan titik tolak dalam pendidikan. Contoh. Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, dsb.
Landasan deskriptif pendidikan adalah asumsi-asumsi tentang kehidupan manusia sebagai sasaran pendidikan apa adanya (Dasein) yang dijadikan titik tolak dalam rangka pendidikan. Landasan deskriptif pendidikan umumnya bersumber dari hasil riset ilmiah dalam berbagai disiplin ilmu, sebab itu landasan pendidikan deskriptif disebut juga sebagai landasan ilmiah atau landasan pendidikan factual pendidikan. Landasan deskriptif pendidikan antara lain meliputi ; landasan psikologis pendidikan, landasan sosiologi pendidikan, landasan antropologi pendidikan, dsb.
C. Fungsi Landasan Pendidikan
Pendidikan yang diselenggarakan dengan suatu landasan yang kokoh, maka prakteknya akan mantap, artinya jelas dan tepat tujuannya, tepat pilihan isi kurikulumnya, efisien dan efektif cara-cara pendidikan yang dipilihnya, dst. Dengan demikian landasan yang kokoh setidaknya kesalahan-kesalahan konseptual yang dapat merugikan akan dapat dihindarkan sehingga praktek pendidikan diharapkan sesuai dengan fungsi dan sifatnya, serta dapat dipertanggungjawabkan.
MANUSIA DAN PENDIDIKAN
A. Hakikat Manusia
Manusia adalah makhluk Tuhan YME, dalam perjalanan hidupnya manusia mempertanyakan tentang asal-usul alam semesta dan asal-usul keberadaan dirinya sendiri. Dua aliran filsafat yang memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut, yaitu Evolusionisme dan Kreasionisme (J.D. Butler, 1968). Menurut Evolusionismme, manusia adalah hasil puncak dari mata rantai evolusi yang terjadi di alam semesta. Manusia sebgaimana halnya alam semesta ada dengan sendirinya berkembang dari alam itu sendiri, tanpa Pencipta. Sebaliknya filsapat Kreasionisme menyatakan bahwa asal-usul manusia, sebagaimana halnya alam semesta adalah ciptaan suatu Creative Causee atau Personality, yaitu Tuhan YME.
Adapun secara filosofis penolakan tersebut antara lain didasarkan kepada empat argument berikut ini :
1) Argumen ontologism ; Semua manusia memiliki ide tentang Tuhan. Sementara itu, bahwa realitas (kenyataan) lebih sempurna daripada ide manusia. Sebab itu. Tuhan pasti ada dan realitas ada-Nya itu pasti lebih sempurna daripada ide manusia tentang Tuha.
2) Argumen Kosmologis, Segala sesuatu yang ada mesti mempunyai suatu sebab. Adanya alam semesta termasuk manusia adalah sebagai akibat. Di alam semesta terdapat rangkaian sebab akibat, namun tentunya mesit ada sebab Pertama yang tidak disebabkan oleh yang lainnya.
3) Argumen Teleologis, Segala sesuatu memiliki tujuan (contoh : mata untuk melihat, kaki untuk berjalan dsb.). Sebab itu, segala sesuatu (realitas) tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan diciptakan oleh Pengatur tujuan tersebut, yaitu Tuhan.
4) Argumen Moral : Manusia bermoral, ia dapat membedakan perbuatan yang baik dan yang jahat, dsb. Ini menunjukan adanya dasar, sumber dan tujuan moralitas.Dasar, sumber, dan tujuan moralitas itu adalah Tuhan.
Dengan demikian dapat Anda simpulkan bahwa manusia adalah individu/pribadi, artinya manusia adalah satu kesatuan yang tak dapat dibagi, memiliki perbedaan dengan yang lainnya sehingga bersifat unik, dan merupakan subjek yang otonom.
Sosialitas. Sekalipun setiap manusia adalah individual/personal, tetap ia tidak hidup sendirian, tak mungkin hidup sendirian, dan tidak mungkin hidup hanya untuk dirinya sendiri, melainkan ia juga hidup dalam keterpautan dengan sesamanya.
Keberbudayaan. Kebudayaan adalah “keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik manusia dengan belajar” (Koentjaraningrat, 1985). Ada tiga jenis wujud kebudayaan, yaitu : 1) sebagai kompleks dari ide-ide, ilmu pengetahuan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan-peraturan, dsb. 2) sebagai kompleks aktivitas kelakuan berpola dari manusia dalam masyrakat; dan 3) sebagai benda-benda hasil karya manusia.
Moralitas. Eksistensi manusia memiliki dimensi moralitas. Manusia memiliki dimensi moralitas karena ia memiliki kata hati yang dapat membedakan antara baik karena ia memiliki kata hati yang dapat membedakan antara baik dan jahat. Adapun menurut Immanuel Kant disebabkan pada manusia terdapat rasio praktis yang memberikan perintah mutlak (categorical imperative).
Keberegamaan. Keberegamaan merupakan salah satu karakteristik esensial manusia yang terungkap dalam bentuk pengakuan atau keyakinan akan kebenaran suatu agama yang diwujudkan dalam sikap dan perilakunya. Hal ini terdapat pada manusia manapun, baik dalam rentang waktu (dulu, sekarang, akan datang). Dimanapun manusia berada.
Historisitas. Eksistensi manusia memiliki dimensi historisitas, artinya bahwa keberadaan manusia pada saat in terpaut kepada masa lalunya, ia belum selesai mewujudkan dirinya sebagai manusia, ia mengarah ke masa depan untuk mencapai tujuan hidupnya.
Komunikasi/Interaksi. Dalam rangka mencapai tujuan hidupnya, manusia berinteraksi/berkomunikasi. Komunikasi ini dilakukan baik secara vertical, yaitu dengan Tuhannya, secara horizontal yaitu dengan alam dan sesama manusia serta budayanya.
Dinamika. N. Drijarkara S.J. (1986) menyatakan bahwa manusia mempunyai atau berupa dinamika (manusia sebagai dinamika), artinya manusia tidak pernah berhenti, selalu dalam keaktifan, baik dalam aspek fisiologik maupun spiritualnya.
B. Prinsip-prinsip Antropologis Keharusan Pendidikan ; Manusia sebagai Makhluk yang perlu didik dan mendidik diri.
Prinsip Historisitas, Sebagaimana telah dijelaskan dalam uraian terdahulu, eksistensi manusia terpaut dengan masa lalunya sekaligus mengarah kemasa depan untuk mencapai tujuan hidupnya.
Prinsip Idealistis. Bersamaan dengan hal diatas, dalam eksistensinya manusia mengemban tugas untuk menjadi manusia ideal. Sosok manusia ideal merupakan gambaran manusia yang dicita-citakan atau yang seharusnya. Sebab itu, sosok manusia ideal tersebut belum terwujudkan melainkan harus diupayakan untuk diwujudkan.
Prinsip Posibilitas/aktualitas. Bagaimana mungkin manusia dapat ? Untuk menjawab pertanyaan ini mari terlebih dahulu kita bandingkan sifat perkembangan hewan dengan perkembangan manusia. Perkembangan hewan bersifat terspesialisasi/tertutup. Sebaliknya perkembangan manusia bersifat terbuka. Manusia memang telah dibekali untuk beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME, potensi untuk dapat berbuat baik, potensi cipta, rasa, karsa, dsb. Namun setelah kelahirannya, bahwa berbagai potensi tersebut mungkin terwujudkan, mungkin kurang terwujudkan, atau mungkin pula kurang terwujudkan. Manusia mungkin berkembang sesuai kodrat dan martabat kemanusiaannya. Sebaliknya mungkin pula ia berkembang kea rah yang kurang atau tidak sesuai dengan kodrat dan martabat kemanusiaannya.
C. Prinsip-prinsip Kemungkinan Pendidikan : Manusia sebagai Makhluk yang Dapat Dididik
Manusia perlu dididik dan mendidik diri. Permasalahannya : apakah manusia akan dapat dididik ? prinsip-prinsip Antropologis apakah yang melandasinya ? Untuk menjawab permasalah tersebut, kita dapat mengacu kepada konsep hakikat manusia sebagaimna telah diuraikan terdahulu (point A). Berdasarkan hal tersebut dapat ditemukan lima prinsip antropologis yang melandasi kemungkinan manusia akan dapat dididik, yaitu : (1) prinsip potensialitas, (2) prinisp dinamika, (3) prinisp individualitas, (4) prinsip sosilaitas, dan (5) prinsip moralitas.
1. Prinsip Potensialitas.
Pendidikan bertujuan agar seseorang menjadi manusia ideal.
2. Prinsip Dinamika
Pendidikan diupayakan dalam rangka memfasilitasi peserta didik agar menjadi manusia ideal
3. Prinsip Indivdiulitas
Praktek pendidikan merupakan upaya pendidik memfasilitasi manusia (peserta didik) yang antara lain diarahkan agar ia mampu menjadi dirinya sendiri (menjadi seseorang/pribadi). Di pihak lain, manusia (peserta didik) adalah individu yang memiliki ke diri-sendirian (subjektifitas), bebas dan aktif berupaya untuk menjadi dirinya sendiri, sebab itu, individualitas mengimplikasikan bahwa manusia akan dapat dididik.
4. Prinisp Sosialitas
Pendidikan hakikatnya berlangung dalam pergaulan (interaksi/komunikasi) antar semasam manusia (pendidik dan peserta didik).
5. Prinsip Moralitas
Pendidikan bersifat normatif, artinya dilaksanakan berdasarkan system norma dan nilai tertentu.
PENGERTIAN PENDIDIKAN
A. Pengertian Pendidikan berdasarkan Lingkupnya
1. Pendidikan Dalam Arti Luas
Dalam arti luas pendidikan adalah hidup, artinya, pendidikan adalah segala pengalaman (belajar) di berbagai lingkungan yang berlangsung sepanjang hayat dan berpengaruh positif bagi perkembangan individu.
Dalam arti luas pendidikan berlangsung bagi siapa pun, kapan pun, dan dimana pun. Pendidikan tidak terbatas pada penyekolahan (schooling) saja, bahkan pendidikan berlangsung sepanjang hayat.
Dalam arti luas tujuan pendidikan terkandung dalam setiap pengalaman belajar dan tidak ditentukan dari luar. Tujuan pendidikan adalah pertumbuhan, jumlah tujuan pendidikan tidak terbatas. Tujuan pendidikan sama dengan tujuan hidup (redja Mudyahardjo, 2001).
2. Pendidikan Dalam Arti Sempit
Dalam arti sempit pendidikan hanya berlangsung bagi mereka yang menjadi siswa pada suatu sekolah atau mahasiswa pada suatu perguruan tinggi (lembaga pendidikan formal). Pendidikan dilakukan dalam bentuk pengajaran yang terprogram dan bersifat formal. Pendidikan berlangsung di sekolah atau di dalam lingkungan tertentu yang diciptakan secara sengaja dalam konteks kurikulum sekolah yang bersangkutan.
Dalam pengertian sempit tujuan pendidikan ditentukan oleh pihak luar, tujuan pendidikan adalah mempersiapkan peserta didik untuk dapat hidup di masayarakat (Redja Mudyahardjo, 2001).
B. Pengertian pendidikan berdasarkan Pendekatan Ilmiah dan Pendekatan Sistem
1. Pengertian Pendidikan berdasarkan Pendekatan Ilmiah
Berdasarkan pendekatan sosiologi, pendidikan dipandang identik dengan sosialisasi yaitu suatu proses membantu generasi muda agar menjadi anggota masyarakat yang diharapkan. Hal ini sebagaimana didefinisikan oleh Emile Durkheim (Jeane H. Ballantine, 1985) bahwa : Education is the influence exercised by adult generations on those that are not yet ready for social life. It is objekct is to arouse and to develop in the child a certain number of physical society as a whole and the special milieu for which he is specifically destined. (Pendidikan adalah pengaruh yang dilakukan oleh generasi orang dewasa kepada mereka yang belum siap untuk melakukan kehidupan social. Sasarannya adalah membangun dan mengembangkan sejumlah kondisi fisik, intelektual, dan moral pada diri anak sesuai dengan tuntutan masyarakat politis secara keseluruhan dan oleh lingkungan khusus tempat ia akan hidup dan berada).
Berdasarkan pendekatan antropologi, pendidikan dipandang identik dengan enkulturasi atau pembudayaan.
Berdasarkan pendekatan ekonomi, pendidikan dipandang sebagai human investment atau usaha penanaman modal pada diri manusia untuk mempertinggi mutu tenaga kerja, sehingga mempertinggi produksi barang dan/atau jasa. Sedangkan berdasarkan tinjauan politik, pendidikan didefinisikan sebagai proses civilisasi, yaitu “Suatu upaya menyiapkan warga Negara yang sesuai dengan aspirasi bangsa dan negaranya (Odang Muchtar 1976).
2. Pengertian Pendidikan Berdasarkan Pendekatan Sistem
Berdasarkan pendekatan system, pendidikan dapat didefinisikan sebagai suatu keseluruhan yang terdiri atas sejumlah komponen yang saling berhubungan secara fungsional dalam rangka mencapai tujuan pendidikan (mentransformasi input menjadi out put).
Menurut P.H. Coombs (Odang Muchtar, 1976), ada tiga jenis sumber input dari masayarakat bagi system pendidikan yaitu :
1. Ilmu pengetahuan, nilai-nilai dan tujuan-tujuan yang berlaku di dalam masyarakat
2. Penduduk serta tenaga kerja yang berkualitas
3. Ekonomi atau penghasilan masyarakat
C. Pendidikan sebagai Humanisasi
Definisi pendidikan telah kita pahami bahwa manusia adalah makhluk yang perlu dididik dan daapt dididik. Di pihak lain telah kita pahami paula bahwa eksistensi manusia tiada lain adalah utnuk menjadi manusia. Inilah keharusannya sebagaimana dikatakan Karl Japers bahwa :”to be a man is to become a man” / ada sebagai manusi adalah menjadi manusia (Fuad Hasan, 1973). Adapun manusi akan dapat menjadi manuia hanya melalui pendidikan. Implikasinya maka pendidikan tiada lain adalah humanisasi (upaya memanusiakan manusia).
Tujuan dan fungsi pendidikan. Pendidikan diupayakan dengan berawal dari manusia apa adanya (aktualitas) dengan mempertimbangkan berbagai kemungkinan yang ada padanya (potensialitas), dan diarahkan menuju terwujudnya manusia yang seharusnya /dicita-citakan (idealitas).
Sebagai humanisasi pendidikan seyogyanya meliputi berbagai bentuk kegiatan dalam upaya mengembangkan berbagai potensi manusia dalam konteks dimensi keberagaman, moralitas, individualitas/personalitas, sosialitas dan keberbudayaan secara menyeluruh dan terintergrasi.

Kamis, 14 Februari 2013

Istilah dalam Permainan Gitar

-Alternate Picking
Arah petikan bergantian antara down stroke dan up stroke.
-Arpeggio
Chord yang dimainkan dengan membunyikan nadanya secara berurutan (satu-persatu) atau tidak bersamaan.

Yngwie Malmsteen, salah satu pemain gitar yang sering menggunakan teknik Arpeggio

-Ascending
Bergerak dari nada rendah ke nada tinggi.Barre
Satu jari yang menekan beberapa fret sekaligus.

Teknik Barre

-BPM
Beats Per Minutes, satuan tempo yang menyatakan jumlah ketukan tiap menit.
-Chicken Picking
Teknik petikan dengan menggunakan pick dan jari (sering digunakan dalam musik Country).

Teknik Chicken Picking


-Clean
Suara gitar asli tanpa dipengaruhi efek apapun.
-Descending
Bergerak dari nada tinggi ke nada rendah.
-Down Stroke
Arah petikan dari atas ke bawah.
-Five Not per String
Lima not pada tiap bar.
-Four Not per String
Empat not pada tiap bar.
-Fretboard
Bagian permukaan gitar tempat fret-fret berada.

-Fretting Hand
Tangan yang dipakai untuk menekan fret, dalam hal ini biasanya mengacu pada tangan kiri.
-Fusion
Penggabungan dua atau lebih jenis musik, cenderung merujuk pada penggabungan Jazz dan Rock.
-Hammer On
Memetik satu nada dan kemudian membunyika nada lain yang lebih tinggi tanpa memetik.
-Hybrid Picking
Teknik petikan menggunakan pick dan jari (pada teorinya hampir sama dengan Chicken Picking, perbedaannya terletak pada jenis musik yang dimainkan).
-Key Center
Nada dasar.
-Legato
Teknik permainan yang tidak memetik semua senar (mengacu pada hammer On dan Pull Of).
-Line/Lines
'Kalimat' atau 'frase' dalam istilah musik.
-Licks
Potongan Lines.
Tangga nada yang diambil dari tangga nada Mayor namun tidak dimulai dan diakhiri pada nada 1 (do). Nama-nama mode diambil dari bahasa Yunani.
-Outside
Nada yang terdengar kelua dari key center.
-Overdrive/Distortion
Suara gitar yang sudah diproses sehingga bersuara kasar sebagai akibat dari penggunaan efek.
-Passing Note/Passing Tone
Nada yang berfungsi sebagai penghubung menuju ke nada lain.
-Pedal Tone
Nada yang sama dan diulang-ulang bergantian dengan nada lain yang berbeda.
-Pick
Alat untuk memetik gitar adalah pick


Pick
-Pull Off
Memetik satu nada dan kemudian membunyikan nada lain dengan mengangkat jari dari nada pertama.
-Range
Rentang atau jangkauan nada.
-Scale
Tangga nada.
-Sense of Time
Kepekaan terhadap detak tempo.
-Slide Up
Memetik satu nada kemudian menggeser jari ke fret lain yang lebih tinggi tanpa memetik lagi.
-Slide Down
Memetik satu nada kemudian menggeser jari ke fret lain yang lebih rendah tanpa memetik lagi.
-Stretching
Gerakan membentangkan jari yang berdekatan sejauh mungkin.

Stretching

-String Skipping
Melompati satu atau beberapa senar tertentu.
-Tempo
Jumlah ketukan.
-Up Stroke
Arah petikan ke atas.
-Whole Half
Formula tangga nada dengan jarak 1 dan 1/2 secara bergantian.